Pameran otomotif Internationale Automobil-Ausstellung (IAA) di Munich menjadi saksi bisu persaingan sengit dua raksasa otomotif Jerman. BMW dan Mercedes-Benz sama-sama memperkenalkan generasi terbaru SUV listrik andalan mereka, menandai era baru dalam mobilitas premium. Inilah duel antara BMW iX3 yang revolusioner melawan Mercedes-Benz GLC versi elektrik, sebuah pertarungan yang akan menentukan arah pasar di masa depan.
Panggung Persaingan Dua Raksasa
BMW mengambil langkah lebih awal dengan memperkenalkan iX3 terbarunya pada hari Jumat, memanfaatkan statusnya sebagai “tuan rumah” di Munich. Tidak mau ketinggalan, Mercedes-Benz meluncurkan GLC versi listriknya pada Minggu malam. Kedua model ini bukan sekadar produk baru; keduanya adalah tumpuan harapan dan calon model volume bagi masing-masing perusahaan. Kegagalan bukanlah pilihan.
Menariknya, kedua jenama premium ini memilih untuk menggelar acara peluncuran di luar area pameran utama IAA. Format IAA sendiri telah banyak berubah. Pameran yang dulu dianggap sebagai kiblat dunia otomotif kini bertransformasi menjadi festival mobilitas yang lebih terbuka. Pameran inti yang disebut “IAA Summit” di kawasan Riem tidak lagi menjadi pusat perhatian utama. Sebaliknya, area “Open Spaces” di pusat kota Munich menjadi ajang bagi para produsen untuk memamerkan inovasi mereka langsung kepada publik, mengubah pameran dagang menjadi sebuah pesta jalanan yang meriah.
Tekanan Besar di Era Elektrifikasi
Bagi BMW dan Mercedes-Benz, peluncuran iX3 dan GLC listrik adalah momen krusial. Tekanan ada pada kedua perusahaan, namun Mercedes-Benz menghadapi tantangan yang lebih besar mengingat angka penjualan terakhir. Kedua SUV listrik ini wajib sukses untuk menegaskan dominasi mereka di tengah gempuran para pesaing dan pergeseran industri ke arah elektrifikasi, meskipun diskursus mengenai perpanjangan izin untuk mesin konvensional masih terdengar.
Bagi BMW, iX3 adalah wujud nyata pertama dari konsep “Neue Klasse” (Kelas Baru) yang telah lama dinantikan. Ini adalah langkah terbesar dalam sejarah perusahaan, di mana platform ini akan melahirkan lima model lainnya hingga tahun 2027 dan teknologinya akan diimplementasikan ke dalam 40 model BMW secara keseluruhan. CEO BMW, Oliver Zipse, menegaskan, “Neue Klasse adalah proyek masa depan terbesar kami. Ini melambangkan lompatan besar dalam teknologi, pengalaman berkendara, dan desain.”
BMW iX3: Mendefinisikan Ulang Sebuah Ikon
BMW iX3 generasi baru ini dirancang untuk menemukan kembali identitas BMW di era listrik, mulai dari proses produksi, pengembangan, desain, hingga interaksi pengguna. Model pendahulunya, yang merupakan konversi dari X3 bermesin konvensional, dianggap sebagai solusi sementara. Dirancang awalnya untuk pasar Tiongkok, mobil tersebut memiliki beberapa keterbatasan seperti platform yang tidak didedikasikan untuk kendaraan listrik dan hanya tersedia dalam varian penggerak roda belakang. Hasilnya, penjualannya kurang memuaskan baik di Tiongkok maupun di Eropa.
Namun, iX3 sepanjang 4,78 meter yang baru ini adalah cerita yang sama sekali berbeda. Dibangun di atas platform “Neue Klasse” yang sepenuhnya baru dan dirancang murni sebagai kendaraan listrik, mobil ini menawarkan lompatan teknologi yang signifikan. Dengan arsitektur 800-volt, jarak tempuh hingga 805 km, dan konsep kokpit yang inovatif, BMW menetapkan standar baru. Model peluncuran, BMW iX3 50 xDrive, menawarkan tenaga impresif sebesar 345 kW (469 PS) dan torsi 675 Nm. Peluncuran pasar dijadwalkan pada Maret 2026.
Mercedes-Benz GLC: Harapan Baru di Bawah Panji EQ
Di sisi lain, Mercedes-Benz datang dengan harapan besar pada GLC versi listrik. Model-model di bawah sub-merek EQ sebelumnya belum menunjukkan hasil yang gemilang. Setelah memperkenalkan CLA EQ yang juga tersedia dalam versi mesin pembakaran internal, kini giliran GLC yang diharapkan mampu merebut hati konsumen.
Meskipun detail spesifikasi GLC listrik yang diperkenalkan di IAA masih dirahasiakan, model ini diharapkan akan menjadi jawaban langsung atas tantangan yang diberikan oleh iX3. Dengan kesuksesan GLC versi konvensional sebagai salah satu SUV terlaris di kelasnya, versi elektrik ini mengemban tugas berat untuk meneruskan warisan tersebut di dunia kendaraan listrik. Tekanan semakin besar bagi Mercedes untuk membuktikan bahwa strategi elektrifikasi mereka dapat bersaing di level tertinggi, terutama di segmen SUV premium yang sangat kompetitif.
Sekilas Info Pameran IAA dan Mitos Logo BMW
Kebangkitan Pameran IAA
Setelah spekulasi panjang mengenai meredupnya pamor pameran otomotif global, seperti Geneva Motor Show yang telah berakhir, IAA di Munich justru menunjukkan tanda-tanda kebangkitan. Tahun ini, penyelenggara melaporkan peningkatan jumlah peserta pameran sebesar 30% dibandingkan edisi 2023, diramaikan oleh banyak peluncuran perdana dari berbagai merek, mulai dari Audi hingga XPeng dari Tiongkok. Para produsen Tiongkok, seperti BYD dengan Seal Wagon, bahkan secara khusus membidik pasar Eropa dengan model-model inovatif mereka, menunjukkan pergeseran kekuatan dalam industri otomotif global.
Di Balik Logo BMW: Benarkah Sebuah Baling-Baling?
Logo BMW adalah salah satu logo paling ikonik di dunia. Banyak yang meyakini bahwa lingkaran biru-putih tersebut merepresentasikan baling-baling pesawat yang berputar, merujuk pada sejarah awal perusahaan sebagai produsen mesin pesawat. Namun, cerita sebenarnya sedikit berbeda.
Sejarah Bayerische Motoren Werke (BMW) dimulai pada tahun 1917, hasil dari restrukturisasi Rapp-Motorenwerke. Awalnya, perusahaan tidak memiliki logo karena fokus utama mereka adalah memproduksi mesin pesawat untuk angkatan udara Jerman, sehingga tidak ada kebutuhan untuk beriklan kepada konsumen akhir.
Logo pertama didaftarkan pada musim gugur 1917. Desainnya mengadopsi bentuk bulat dari logo Rapp yang lama, dengan tambahan dua garis emas dan tulisan BMW. Bagian dalam lingkaran dibagi menjadi empat kuadran dengan warna putih dan biru, yang merupakan warna kebesaran negara bagian Bavaria (Bayern), tempat BMW berasal.
Mitos baling-baling justru dipopulerkan oleh BMW sendiri. Pada tahun 1929, sebuah iklan menampilkan logo BMW di dalam baling-baling pesawat yang sedang berputar. Narasi ini diperkuat dalam sebuah publikasi perusahaan pada tahun 1942. Meskipun secara teknis tidak akurat, legenda ini telah melekat begitu kuat. Fred Jakobs dari BMW Group Classic mengakui bahwa perusahaan tidak pernah berusaha keras untuk meluruskan mitos ini, membiarkan legenda tersebut hidup sebagai bagian dari citra merek yang kuat.