Ekonomi Indonesia sedang melesat. Negara kepulauan ini menargetkan pertumbuhan tahunan sebesar 8%, didorong oleh ekspor batu bara, minyak sawit, gas alam cair (LNG), serta baja tahan karat yang berasal dari industri nikel yang berkembang pesat.

Investasi dari China menjadi pendorong utama pertumbuhan ini—meliputi berbagai sektor, dari industri berat yang mencemari lingkungan seperti pertambangan, baja, dan aluminium, hingga sektor teknologi energi bersih seperti baterai, kendaraan listrik (EV), dan produksi panel surya. Pada 2023, Xinyi Glass, produsen panel surya terbesar di dunia, mengumumkan investasi sebesar 11,5 miliar USD untuk membangun fasilitas pengolahan pasir kuarsa di Indonesia.

Namun, untuk saat ini, produksi kaca tersebut lebih difokuskan untuk ekspor. Meskipun Indonesia memiliki peran penting dalam ekonomi energi bersih China, ledakan ekspor ini menciptakan paradoks. Di saat Indonesia memasok bahan mentah bagi dunia untuk membersihkan jejak karbonnya, negara ini sendiri justru menghadapi tingkat polusi industri yang tinggi serta kerusakan ekologi yang mengkhawatirkan.

Dalam kunjungan saya ke Jawa pada Desember 2024, suasananya mengingatkan saya pada China satu dekade yang lalu. Langit berasap, aroma pembakaran batu bara terasa di udara, terutama di provinsi terpadat di negara ini. Pembangunan infrastruktur baru dan kelas menengah yang terus berkembang terlihat di mana-mana. Keinginan masyarakat untuk keluar dari kemiskinan begitu besar dan mendesak. Dorongan untuk mengembangkan pertambangan, industri berat, dan energi fosil menunjukkan bahwa Indonesia tampaknya telah memilih untuk mendahulukan pertumbuhan ekonomi dengan mengorbankan ekologi, setidaknya dalam jangka pendek. Beberapa akademisi China menyebut bahwa Indonesia mengikuti model yang diterapkan oleh China dan hampir semua negara industri lainnya: mencemari lingkungan terlebih dahulu, lalu membersihkannya nanti.

Namun, ada satu perbedaan utama dengan China satu dekade lalu. Indonesia pada 2025 adalah negara yang teknologinya lebih maju, di mana energi terbarukan dan teknologi terkaitnya sudah lebih berkelanjutan secara finansial dan semakin diminati. Bus listrik BYD kini beroperasi di jalan-jalan Jakarta. Kerja sama besar dalam proyek tenaga angin antara Indonesia dan perusahaan milik negara China juga telah diumumkan. Semua ini menandakan bahwa Indonesia mulai mengandalkan China dalam mempercepat transisi energi bersihnya.

China berpotensi membantu Indonesia mencapai target dekarbonisasi yang ambisius melalui investasi dan yang lebih penting lagi, dengan mentransfer teknologi energi bersih melalui skema usaha patungan (JV) yang diwajibkan oleh regulasi Indonesia. Namun, agar benar-benar bisa mencapai masa depan nol emisi bersih, Indonesia perlu menolak ketergantungan pada energi kotor serta melakukan reformasi besar dalam kebijakan nasionalnya. Langkah-langkah yang perlu diambil termasuk mengendalikan penggunaan bahan bakar fosil dan memperkuat jaringan transmisi listrik agar energi bersih dapat didistribusikan dengan lebih efisien ke seluruh negeri.